BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia yang
beredasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, keberadaan budaya memegang
peranan yang sangat penting, terutama dalam kaitannya dalam pembangunan
Nasional. Dapat ditelaah secara mendalam tentang arti dan fungsi kebudayaan itu
sendiri, isinya memuat dasar-dasar dan norma-norma yang dianggap mampu oleh
manusia untuk berkarya secara dinamis untuk mencapai tujuan hidupnya. Kemampuan
daya dorong suatu kebudayaan dikatakan
sebagai unsur motivator dan dinamisator dalam pembangunan nasional.
Kebudayaan dikatakan unsure
motivator, sebab kebudayaan merupakan penyebab masyarakat unuk berusaha
mencapai tujuan yang ingin dicapai dan sebagai unsure dinamisator., ini berarti
budaya dapat memberikan semangat yang menggerakan masyarakat secara mandiri,
disamping itu juga sudah menjadi kenyataan bahwa apa yang menjadi tujuan hidup
masyarakat berbudaya mempunyai kesamaan dengan tujuan hidup berbangsa dan
bernegara (Pitana, 1994:35). Sistem budaya
ini secara garis besar mencakup tujuh komponen yaitu Bahasa, sistem
pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup atau teknologi, sistem
pencaharian, sistem religi dan kepercayan hidup serta sistem kesenian (
Koentjaraningrat, 2003: 112).
Menyimak dari unsure- unsure yang
dikemukakan diatas, jelas bahwa kesenian merupakan salah satu perwujudan budaya
manusia akan rasa seni dan keindahan. Terhadap sistem religi manusia dalam
perkembangannya sampai sekarang dari jaman purbakala masih menganut sistem
keyakinan yang kental terhadap kekuatan besar yang berada diluar dirinya
diyakini memberikan suatu kepada mereka. Sistem keyakinan tersebut, bentuknya
berbeda-beda dan cukup bervariasi antara tempat yang satu dan tempat yang
lainnya, semua itu merupakan hasil dari kebudayaan.
Kebudayaan dikenal dengan adanya
tujuh unsure criteria atau unsur dari kebudayaan yang bersifat universal, arti
sekecil atau sesederhana apapun kebudayaan suatu suku Bangsa unsur nkesenian
ada di dalamnya. Menurut C.Kluchohn, setiap kebudayaan suku Bangsa terdapat
tujuh unsur kebudayaan yang disebut cultural
Universal yaitu meliputi : (1)Bahasa; (2)Sistem Pengetahuan; (3)Organisasi
sosial; (4)Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi; (5)Sistem Mata Pencaharian
Hidup; (6)Sistem Religi; dan (7)Kesenian(Koentjaraningrat, 1990:203-204).
Lebih lanjut dari tujuh unsure
kebudayaan itu akan dibagi menjadi bagian-bagian lainnya. Seperti unsure
kesenian sebagai salah satunya, terbagi menjadi: (1)Seni Patung; (2)Seni
Relief; (3)Seni Lukis dan Gambar; (4)Seni Rias; (5)Seni Vokal; (6)Seni
Instrumental; (7)Seni Kesusastraan; (8)Seni Drama dan seni
lainnya(Koentjaraningrat, 1990:206).
Dari sekian macam kesenian yang ada
di Bali maka salah satunya adalah Seni Pertunjukan Keagamaan(sakral) yang
termasuk salah satu seni pertunjukan (Performing
Arts) yang popular di masyarakat Bali memamnfg berkaitan dengan aspek Agama
dan Aspek Budaya. Dari demikian banyanknya seni pertunjukan salah satunya
adalah seni pertunjukan yang bersifat seni wali seperti Sang Hyang, Rejang, bermacam-macam Baris, Sutri, Pendet dan lain
sebagainya. Seni Bebali, yakni : Gambuh, Baris Goak, Topeng dan lain
sebagainya. Sedangkan seni balih-balihan ,
yakni Legong, Arja, Kekebyaran, Drama
Gong dan lain sebagainya (Bandem, 1996:62). Selain itu perlu diketahui bahwa
seni pertunjukan tradisional dalam kesenian Bali meliputi: Dramatari Gambuh, Wayang Kulit, Dramatari Topeng /Prembon, Calonarang,
Dramatari Arja, Sendra Tari dan Drama Gong(Dibya, 1993:137). Dramatari Topeng adalah seni pertunjukan
yang cukup lama berkembang dan sampai saat ini sangat digemari oleh kalangan
masyarakat Bali.
Salah satu seni keagamaan (Tari Wali), yaitu: Tari Baris
Goak, adalah merupakan salah satu bentuk tari yang mencerminkan nilai-nilai
spiritual dan watak kepahlawanan, yang sampai saat ini masih tetap digemari dan
dilestarikan oleh masyarakat Bali pada umumnya. Tari Baris Goak adalah merupakan salah satu seni budaya yang masih hidup
di Bali. Dengan memadukan unsure seni Tari , Seni Musik Tradisional, Seni Tata
Rias, dan unsur seni lainnya. Unsur seni tari dan tabuh merupakan unsure yang
paling dominan. Karena seni tari itu tidak lepas dari kehidupan masyarakat.
Sehingga dalam tradisi Hindu di Bali, unsur kesenian tidak bisa lepas pada
pelaksanaan upacara yajna.
Upacara dalam hubungannya dengan Panca Yajna, yang terdiri atas: Dewa Yajna, Pitra yajna, Manusa Yajna, Rsi
Yajna, dan Bhuta Yajna. Dari kelima bagian Yajna tersebut diatas, maka upakara
atau upacara yang dimaksud adalah Dewa
Yajna, yang umumnya terdapat diberbagai tempat atau desa di Bali. Dari
keberagaman budaya tersebut maka ada tiga hal yang mendasari proses sebuah Yajna, yaitu Tattwa, susila, dan Upakara . ketiganya ini disebut tri kerangka
dasar angama Hindu. Ketiganya ini dalam sebuah pelaksanaan agama tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya. Karena unsur satu dengan yang lainnya
saling berhubungan erat dan melengkapi satu sama lain.
Demikian juga halnya dalam sebuah pelaksanaan
upacara keagamaan akan memerlukan tempat, waktu, sarana, peserta dan pemimpin
dalam sebuah proses pelaksanna upacara religi. Bagi umat Hindu tempat upacara
biasanya disesuaikan dengan upacara yang diselenggarakan. Kalau melaksanakan
upacara Dewa Yajna tentunya tempatnya
di pura atau tempat yang sudah disucikan sebelumnya. Karena tempat suci bagi
agama Hindu disebut Pura. Bagi masyarakat Desa Pakraman Belantih, Kecamatan
Kintamani, Kabupaten Bangli salah satu pelaksanaan upacara Dewa Yajna dilaksanakan di
Pura Puseh.
Pura Puseh adalah salah satu pura kuno yang ada di
Bangli termasuk Cagar Budaya. Pura Puseh menyimpan segudang peninggalan yang
bersejarah baik yang berbentuk prasasti , sistem kehidupan keberagamaan dan
beberapa benda purbakala lainnya. Pura Puseh berada pada tempat yang terpencil
dan jauh dari keramaian terutama yang terdapat di Desa Pakraman Belantih,
Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Pelaksanaan upacara agama merupakan
salah satu hal yang penting di Desa Pakraman Belantih. Dimana dalam pelaksanaan
upacara masih berpedoman pada adat istiadat yang mereka warisi. Cara
pelaksanaan upacaranya berbeda dengan desa-desa yang lain.Tari Baris merupakan
tarian tradisional yang telah menjadi kebudayaan masyarakat setempat, dan
secara turun temurun diwariskan.
Dari sekian banyak Tari Wali yang dipentaskan slah satunya adalah Tari Baris Goak yang terdapat hanya di Desa Pakraman Belantih, Kecamatan
Kintamani, Kabupaten Bangli. Pementasan tari-tarian ini adalah merupakan
rangkaian upacara yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, karena
mengandung nilai-nilai spiritual, pendidikan. Keunikan dari Tari Baris Goak
adalah mengenai cerita dan pakaian yag digunakan. Yang mana ada penari
berpakaian hitam sebagai symbol burung goak(gagak) dan satu penari penari
berpakaian putih memerankan Jero Mangku Pucangan. Pada saat pementasan inilah
ada beberapa Banten yang dihaturkan baik pada saat sebelum pementasan dan saat
pementasan berlangsung. Mengingat tari Baris
Goak ini sakral dan langka, dalam pementasanya maka perlu dilakukan
penelitian sebagai upaya pelestarian, adapun judul karya ilmiah dalam
Penelitian ini, yaitu: Pementasan Tari Baris
Goak Dalam Pujawali Di Pura
Puseh, Desa Pakraman Belantih,
Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas,
maka permasalahan yang ada, dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana
Sejarah Tari Baris Goak dalam Pujawali di Pura Puseh, Desa Pakraman Belantih, Kecamatan Kintamani,
Kabupaten Bangli?.
2. Bagaimana
bentuk pementasan Tari Baris Goak dalam
Pujawali di Pura Puseh, Desa Pakraman Belantih, Kecamatan Kintamani,
Kabupaten Bangli?.
3. Bagaimana
kostum Tari Baris Goak dalam Pujawali di Pura Puseh, Desa Pakraman Belantih, Kecamatan Kintamani,
Kabupaten Bangli?.
BAB II
ISI
2.1
Sejarah Tari Baris Goak
Tari Baris Goak
adalah salah satu hasil karya seni tari. Pementasan tari baris goak ini terdiri
dari beberapa unsure seni, diantaranya unsure seni music atau seni karawitan,
serta seni rias dan busana, seni drama dan seni tari. Keberadaan dari pada tari
baris goak itu tidak terlepas dari keberadaan Desa Pakraman Belantih. Munculnya
tari baris goak ini adalah untuk mendukung proses upacara Dewa Yajna, yaitu
sebagai pengiring upacara. Pembentukannya sendiri dilakukan oleh Desa Pakraman
dengan menggunakan anggota masyarakat yang telah berkeluarga sebagai
personilnya. Keberadaan tetap utuh sampai sekarang meskipun terjadi beberapa
pergantian generasi, tetapi karena Awig-awig
Desa pakraman Belantih yang mewajibkan adanya proses regenerasi, maka tari
baris goak harus tetap ada dan berlanjut sampai sekarang.
Ttari Baris Goak yang ada di Desa Pakraman Belantih
sesuai dengan isi Prasasti Belantih berangka tahun 980 Caka, yang diterjemahkan
oleh Mr. Louis Charlea Damais, pada tanggal 18 Januari 1059, dikemukakan bahwa:
kalau ada permainan banyol, permainan topeng, wayang, lelucon, yang main untuk
raja, maka mereka harus diberi ongkos 2 kepeng, untuk perkumpulan seruling 3
kepeng, untuk juru kidung 1 kepeng, juru gong 2 kepeng, ( Wawancara I Wayan
Widiana, 20 Mei 2012).
Menurut Dewa Anom Wahyu (wawancara 20 Mei 2012)
menceritakan tentang sejarah dari tari baris goak, yaitu : pada masa lampau ada
seorang pemangku dari Desa Belantih, yang bernama Mangku Pucangan, nyungsug atau Ngemong
Ida Bhatara . Tari Baris Goak terinspirasi dari uwug Badung, pada saat
pemerintahan I Gusti Kertalangu. Masyarakat terusik karena kedatangan
segerombolan goak yang datang dari utara atau den bukit . sampai-sampai
memasak tidak bisa. Melihat keadaan yang demikian, I Gusti Kertalangu menjadi
bingung kemudian bersumpah ”Barang siapa yang bisa mengalahkan goak-goak tersebut akan diberikan
kekuasaan di daera Badung.
Kemudian datanglah penduduk yang bernama Ki Mangku
Pucangan berasal dari Buahan. Ki mangku Pucangan berhasil menyusup goak hitam, tetapi
beliau menjadi goak berwarna putih. Karena warna yang lain menimbulkan
kecurigaan pada goak yang lainnya . sehingga terjadi pertempuran dan ki Mangku
Pucangan berhasil mengalahkan goak-goak tersebut dengan senjata sebuah pecut
anugrah Dewi Danuh. Kemudian goak putih berkata, bahwa dia adalaha utusan dari
Dewi Danuh untuk mengusir goak-goak yang mengganggu masyarakat. Akhirnya Ki
Mangku Pucangan berhasil mengalahkan gerombolan goak tersebut. ia lalu
diberikan wilayah puri di daerah pemecutan dan diberi gelar I Gusti Ngurah Alit
Jambe Pamecutan. Dalam pertempuranya itu burung gagaklah yang kalah karena
semuanya telah dicamuk dengan cemeti yang beliau bawa. Mangku Pucangan mengutuk
semua burung gagak itu, agar mereka tidak merusak lagi. Burung gagak meminta
kepada Mangku Pucangan, agar diberi upah upacara segehan Agung dengan
menyembelih seekor anak ayam yang berbulu hitam, dan permintaanya disambut oleh
mangku Pucangan.
Setelah beliau datang dari daerah Badung, dengan membawa
cemeti yang dianggap memiliki kekuatan magis itulah sehingga timbul ide
penciptaan tari Baris Goak di Desa Pakraman Belantih. Yang pementasannya
dilakukan pada saat upacara piodalan di Pura kahyangan Tiga Desa Pakraman
Belantih, yaitu Pura Bale Agung, Pura Puseh, dan Pura Dalem dan di luar Desa
Pakraman Belantih yaitu di Pura Penulisan. Pementasan ini tidak dilakukan
apabila salah seorang anggota atau pemuka masyarakat yang mengalami halangan
kematian.
2.2
Bentuk Pementasan Tari Baris Goak
`Bentuk
Pementasan secara umum yaitu dimulai dari sebelum pementasan, pada saat
pementasan, dan setelah pementasan selesai.
1. Sebelum
pementasan tari Baris goak, terlebih dahulu para penari menarikan baris Gede
atau Baris Tombak. Ketika juru tabuh memainkan tabuh bapang gede, para penari
mulai menaruh tombaknya dengan rapi, dan mengganti dengan sayap dari kain
hitam.
2. Pada
saat Pementasan Tari Baris Goak diawali dengan gerakan terbang memakai sayap
kain hitam dan membentuk lingkaran ditengah-tengah kalangan untuk merebut
seorang pedagang nasi yang ada di dalam lingkaran tersebut. kemudian dagang
nasi itu meminta tolong dan memanggil-manggil orang karena telah direbut oleh
segerombolan burung gagak. Maka datanglah seorang yang berperan sebagai Mangku
Pucangan dengan membawa cemetinya. Ketika itu beliau langsung memecut semua
burung gagak tersebut. akhirnya dengan cemeti tersebut semua burung gagak itu
kalah, ada yang mati ada pula yang pingsan. Saat itulah Mangku Pucangan
mengutuk burung gagak, agar mereka tidak lagi merusak daerah Puri Pemecutan,
Pasar Badung, dan Bali pada umumnya. Tetapi segerombolan gagak tersebut meminta
agar dibuatkan segehan agung dengan menyembelih ayam hitam.
3. Sesudah
selesai pementasan datang seseorang yang telah ditugaskan ditengah-tengah
kalangan yang membawa banten Segehan Agung. Dengan banten segehan agung itu
maka penari Baris Goak termasuk Mangku Pucangan, bersama-sama mencakupkan
tangan atau bersembahyang memohon keselamatan. Setelah itu para penabuh
memainkan gending pakaad dan para penari malpal kebelakang.
2.3
Kostum dan Properti Tari Baris Goak.
Kostum adalah
salah satu alat bantu yang dapat membantu penonton untuk membedakan karakter
atau mengenali cirri khas dari setiap tokoh yang terdapat dalam suatu tarian.
Adapun busana atau kastum dan property yang dikenakan oleh penari Tari Baris
Goak adalah :
1. Busana
Baris Goak : Gelungan Baris, celana putih, baju putih, kain berwarna bebas
untuk saput, sabuk stagen, keris, kain hitam yang sudah dimodifikasi sebagai
sayap, awiran, lamak, bapang, selendang.
2. Busana
Peran dagang nasi yaitu : baju kebaya, kain batik, sabuk stagen, kain handuk,
sampur, atau selendang
3. Busana
Mangku Pucangan yaitu: Celana Panjang, Bapang< Udeng, kain putih, Sabuk
kecil.
Adapun property yang digunakan adalah :
1. Penari
Baris Goak, membawa senjata tombak dengan panjang dua setengah meter.
2. Peran
dagang nasi membawa bakul berisi nasi
3. Peran
Mangku Pucangan membawa cemeti (pecut).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian tersebut diatas dapat
disimpulkan sesuai dengan rumusan masalah yang ada, yaitu:
Baris Goak ditenggarai muncul pada
abad ke IX, terinspirasi dari cerita uwug Badung dan tokoh mangku Pucangan,
bentuk dari pementasan Tari Baris Goak dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu
sebelum, pada saat berlangsung, dan setelah pementasan selesai kostum yang
digunakan oleh penari Tari Baris goak tersebut hampir sama dengan tari Baris
Gede atau Baris Tombak, akan tetapi berisi saput dan menggunakan kain hitam
sebagai sayap.
DAFTAR
PUSTAKA
Bandem, I Made dan Friedrik Eugine de
Boer. 1981. Kaja And Kelod, Balinese
Dance in Transition. London :Oxford University.
Bandem, I Made. 1996. Etnologi Tari Bali. Yogyakarta:
Kanisius.
Bandem, I Made. 1988. Ensiklopedi Tari Bali. Denpasar: Akademi
Seni Tari Indonesia(ASTI).
Dibia, I Wayan. 1999. Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali. Bandung
: Masyarakat Seni Pertunjukan.
DAFTAR
INFORMAN.
1.
Nama : Dewa Anom Wahyu
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Tokoh adat dan tokoh masyarakat
Alamat : Br. Belantih
2.
Nama : Drs. I Wayan Widiana
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Tokoh adat dan tokoh masyarakat
Alamat : Br. Belantih
Respek atas hasil karya anda, tapi tolong Hati-hati, desa belantih itu bukan desa pakraman gous...
BalasHapusmaaf bli, apakah desa belantih itu termasuk dalam desa adat, dinas atau apa?agar segera bisa saya perbaiki artikel ini. trimakasih responya bli, suksma
BalasHapus