Senin, 03 Februari 2014

penerapan nilai dalam tari legong untuk membangun sifat positif mahasiswa




BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang Masalah.
Mahasiswa merupakan aset bangsa, sebagai intelektual muda calon pemimpin masa depan. Sehubungan dengan hal tersebut Direktur Jendral  Pendidikan Tinggi pada pengarahan Rakornas Bidang Kemahasiswaan Tahun 2011, menegaskan bahwa  pembimbingan mahasiswa diprioritaskan pada:

  1. Pengembangan kemampuan intelektual, keseimbangan emosi, dan penghayatan spritual mahasiswa, agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab serta berkontribusi pada daya saing bangsa.
  2. Pengembangan mahasiswa sebagai kekuatan moral dalam mewujudkan masyarakat madani yang demokratis, berkeadilan, dan berbasis pada partisipasi publik.
  3. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana untuk mendukung pengembangan dan aktualisasi diri mahasiswa; kognisi, personal, sosial.
Bila diperhatikan arah pembimbingan mahasiswa tersebut adalah pembentukan kapasitas dan jati diri mahasiswa yang antara lain diwujudkan dalam sikap, perilaku, kepribadian, dan karakter yang terpuji. Pendidikan mempunyai peranan yang strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu masyarakat menaruh harapan dan perhatian yang besar terhadap pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap keberhasilan proses pendidikan, telah mencanangkan visinya yaitu “untuk menghasilkan insan yang cerdas secara koprehensif dan kompetitif”. Menyikapi visi Depdiknas tersebut perguruan tinggi (PT) dituntut responsif dalam melakukan pembinanan terhadap mahasiswa. Untuk menghasilkan lulusan PT yang cerdas dan kompetitif diperlukan perhatian terhadap berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam konteks pembelajaran, faktor pendidik, peserta didik, sarana prasarana, dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar. Pembelajaran tidak hanya membekali pengetahuan dan ketrampilan, tetapi yang lebih mendasar adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi kemampuan. Mahasiswa sebagai peserta didik mempunyai berbagai ragam potensi, untuk mengembangkannya membutuhkan pembinaan secara kontinue dan ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung lainnya. Untuk mengembangkan potensi mahasiswa tersebut. salah satu cara untuk menumbuhkembangkan kecerdasan dan membangun suatu karakter mahasiswa yang baik adalah dengan jalan kesenian baik seni Rupa maupun seni pertunjukan. Dalam karya tulis ini pembentukan suatu kecerdasan dan karakter mahasiswa dititik beratkan kepada Seni Pertunjukan, khususnya Seni Pertunjukan Bali.
Seni pertunjukan di Bali sudah mengalami perkembangan yang begitu pesat. Daya tarik Bali adalah eksistensi kebudayaanya yang unik dan merakyat. Kehidupan kebudayaanya adalah menyatunya agama, kebudayaan, adat yang harmonis, cipta, rasa, dan karsa sebagai unsur budhi daya manusia yang menonjol mengambil bentuk keagamaan, estetika, etika. Hal tersebut tercermin lewat seni budaya, solidaritas, gotong royong sebagai rasa kebersamaan (Wicaksana, 2003:98).
Salah satu seni budaya yang paling eksis hingga saat ini di Bali adalah seni tari. Tari sebagai salah satu wujud dari kesenian yang merupakan unsur kebudayaan yang paling menonjol. Hal ini dikarenakan kesenian itu sendiri sebagai salah satu bentuk kreativitas dalam kehidupan masyarakat yang tidak pernah bisa berdiri sendiri (Indrawati, 2007:25). Mengacu pada pandangan tersebut tentunya seni tari sangatlah dipengaruhi oleh masyarakat pendukungnya. Ini berarti suatu kemunculan, perkembangan bahkan eksistensi dari seni tari tersebut sangat didukung oleh keadaan lingkungan dan masyarakat setempat.
Seni Tari tradisi di Bali di bagi menjadi beberapa jenis, yaitu tari klasik, tari popular, dan tari kreasi baru. Tari klasik merupakan suatu tarian yang sudah mengalami pengkristalisasian baik gerak maupun struktur tariannya. Tarian klasik di Bali hingga kini menjadi suatu daya tarik yang sangat besar bagi kelangsungan pariwisata di Bali. Tarian klasik juga hingga kini tetap eksis dan tetap digemari oleh masyarakat Dunia dan masyarakat Bali khususnya.
Salah satu tari klasik putri yang hingga kini tetap eksis di Bali adalah Tari Legong. Pada umumnya pengertian kata legong dapat dilihat dari perbendaharaan katanya. Diduga Kata “Legong” berasal dari kata Leg dan gong. Leg yang dapat diartikan suatu gerakan yang luwes dan lembut sedangkan kata Gong berarti gambelan Gong. Jadi pengertian kata Legong disini adalah suatu gerakan yang luwes dan lembut yang diiringi gong. Akan tetapi banyak pakar-pakar legong yang ada di beberapa daerah di Bali memiliki pengertian berbeda tentang arti kata Legong tersebut yang nanti akan dibahas dalam pembahasan .
Tari Legong tersebut juga mempunyai beberapa jenis yang dibagi berdasarkan jalan ceritanya atau cerita yang disampaikan dalam tarian legong tersebut. Adapun beberapa jenis Tari Legong antara lain : tari Legong Lasem, Tari Legong Kuntul, tari Legong Kuntir, Legong Jobog dll. Dalam Dunia Tari Bali Tari Legong dijadikan sebagai dasar pembelajaran tari putri. Dapat dikatakan sebelum mempelajari suatu tarian atau tahap pertama pengenalan tari putri yang di ajarkan adalah Tari Legong. Karena semua gerakan yang terkandung dalam Legong mewakili keseluruhan gerak tari putri di bali.
Tari Legong merupakan suatu tarian klasik yang sangat rumit dan mengandung banyak nilai-nilai positif dalam setiap gerakanya. Tentunya terdapat nilai etika, estetika dan logika didalamnya. Dalam karya tulis ini penulis mencoba menganalisa nilai-nilai yang terkandung didalam Tari Legong. Selain itu Nilai-nilai positif yang terdapat dalam Tari Legong, akan coba diterapkan kedalam Pembentukan kecerdasan dan karakter mahasiswa.





1.2.            Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas, ditemukan beberapa permasalahan yang penulis coba untuk rangkumkan di dalam perumusan masalah. Adapun perumusan masalah adalah :
1.      Nilai positif apa saja yang terkandung dalam Tari Legong ?
2.      Bagaimana Karakter Mahasiswa Saat ini?
3.      Bagaimana cara penerapan nilai positif dalam Tari Legong  kedalam pembentukan mahasiswa cerdas dan berkarakter?

1.3.             Tujuan
Suatu karya tulis itu dibuat pasti akan mempunyai tujuan baik tujuan umum maupun tujuan khusus. Akan tetapi dalam karya tulis ini tujuan dari pembuatan karya tulis ini dirangkum menjadi satu tanpa pembedaan tujuan umum dan khusus. Adapun Tujuannya adalah :
1.      Untuk mengetahui nilai positif yang terkandung dalam Tari Legong.
2.      Untuk Mengetahui karakter mahasiswa saat ini.
3.      Untuk Mengetahui penerapan Nilai Positif tari Legong dalam pembentukan mahasiswa cerdas dan berkarakter.

1.4 Uraian Singkat Mengenai Gagasan Kreatif

            Dalam Tulisan ini penulis mencoba menguraikan tentang suatu gagasan, dimana gagasan tersebut berisikan tentang penerapan nilai positif yang terdapat dalam Tari Legong Jobog untuk membentuk mahasiswa cerdas dan berkarakter. Tari Legong Jobog merupakan salah satu jenis dari beberapa Tari Legong di Bali. Seperti yang sudah diketahui bahwa Tari Legong ada dan berkembang sejak dari Zaman masyarakat fiodal. Tari Legong Jobog tersebut tentunya memiliki nilai positif dari beberapa unsurnya, yang dapat diterapkan dalam pembentukan Mahasiswa cerdas dan berkarakter.



1.5 Manfaat Hasil Penelitian.

            Penelitian sangat diharapkan membawa manfaat positif kepada pemerintah, masyarakat pada umumnya, dan bagi mahasiswa khususnya dalam pembentukan mahasiswa cerdas dan berkarakter, yang tentunya pada penelitian dan gagasan ini ditekankan kepada penerapan nilai positif yang terdapat pada Tari Legong Jobog. Artikel ini juga diharapkan dapat memberikan suatu spirit atau motivasi yang mampu memberikan panduan bagi pemerintah, pengkaji seni, praktisi seni, seniman, dan mahasiswa khususnya untuk tetap berusaha membangun sebuah karakter dan kecerdasan demi melestarikan seni dan budaya Bangsa khususnya Tari Legong.




















BAB II

TELAAH PUSTAKA


2.1  Kajian Pustaka
Adapun sumber-sumber atau buku-buku yang penulis gunakan sebagai pendukung untuk dijadikan pedoman dan acuan dalam menjawab masalah yang diangkat pada penulisan artikel ini adalah :
Buku yang berjudul Ilmu Sosial Dasar, oleh Drs. H. Abu Ahmadi. Dalam bukunya, Ahmadi menjelaskan bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat tidaklah sama, yang mempengaruhinya adalah beberapa perbedaan tingkat, dari segi ekonomi, status, dll. Disini Ahmadi juga menjelaskan tentang internalisasi dan spesialisasi dalam masyarakat yang diakarkan kepada para pemuda khususnya para mahasiswa.
Buku yang berjudul Dinamika Kebudayaan Bali, oleh Dr. I Wayan Ardika yang menjelaaskan tentang peningkatan sebuah ketahanan Nasional yang dilakukan dengan cara peningkatan Nilai-Nilai kebudayaan yang ada.
Buku Pendidikan Karakter Bagi Mahasiswa UNY, oleh Hermianto Sofyan yang menjelaskan bahwa Pendidikan sangatlah penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan di dalam buku ini Sofyan juga menjelaskan bahwa perhatian dari pemerintah baik dalam artian Lembaga agar dapat memberikan perhatian dalam pembentukan kecerdasan sumber daya manusia.
Dalam buku Evolusi Tari Bali,  oleh Tim Penyusun . dalam buku ini dijelaskan tentang asal – usul Tari Legong dan beberapa jenis kesenian klasik lainya. Terutama Tari Legong Jobog yang mempunyai cerita unik dan banyak mengandung nilai-nilai positif.

2.2  Landasan Teori
Dalam artikel yang berjudul Penerapan Nilai Positif Pada Tari Legong Jobog Dalam Membentuk Mahasiswa Cerdas Dan Berkarakter, tentunya merujuk pada beberapa pendapat dari pakar-pakar sesuai dengan arah dari artikel ini. Adapun pendapat beberapa pakar tersebut diantaranya adalah, Dr. Fx. Mudji Sutrisno SJ., Peter Senge, Anis Matta, Soedarsono.

2.2.1        Pendapat Dr. Fx. Mudji Sutrisno
Menurut Sutrisno kesenian yang berasal dari keindahan yang sempurna akan dapat menempati posisi teratas dihati penggemarnya. Selain itu kesenian juga banyak mengandung hal-hal positif yang dapat ditinjau dari berbagai aspek, misalnya estetika. Suatu pembentukan jati diri seorang manusia sangatlah tergantung pada nilai estetika yang dimilikinya, karena seni yang ia timbulkan mampu membut ia terlihat lebih berkarakter dan dapat dibedakan dengan orang lain.
2.2.2        Pendapat Peter Senge
Menurut Peter, pembinaan kemahasiswaa membutuhkan sebuah kesepakatan yang amat tinggi, serta diadakannya kerja sama antara mahasiswa, pengelola dan Pembina. Pengalaman dilapangan menunjukan bahwa mahasiswa mempunyai varian yang cukup besar ditinjau dari minat, motivasi, dan potensi yang dimilikinya.
2.2.3        Pendapat Anis Matta
Menurut Anis Matta disinyalir terjadi suatu krisis karakter mempunyai beberapa faktor penyebab misalnya hilangnya integral, kebaikan, kebenaran, dan munculnya antagonism dalam pendidikan moral.

2.3  Pemecahan Masalah Yang Pernah dilakukan
Penanaman dan pendidikan dalam upaya pembentukan kecerdasan dan karakter mahasiswa sering digalangkan oleh sejumlah Perguruan Tinggi di seluruh Negeri. Akan tetapi kondisi kekinian yang menyangkut pribadi mahasiswa itu sendiri sangatlah berpengaruh besar terhadap proses pembentukan tersebut. banyak hal yang sudah dilakukan misalnya melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan kegiatan extrakurikuker lainya. Namun perlu suatu trobosan dalam menumbuh kembangkan kecerdasan dan karakter mahasiswa tersebut terutama dalam bidang seni dan budaya.

BAB III

METODE PENULISAN


3.1  Metode Pengumpulan Data
Dalam Artikel ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, Adapun teknik atau metode yang digunakan adalah :

3.1  Metode Observasi
Metode Observasi dilakukan dengan cara mengumpulkan beberapa informasi tentang fenomena yang ada di masyarakat dan tentunya secara langsung mengamati fenomena yang terjadi di lingkungan Lembaga Pendidikan Tinggi yang berkaitan secara langsung dengan pembentukan kecerdasan dan karakter mahasiswa tersebut.

3.2  Metode Kepustakaan
Metode kepustakaan dilakukan dengan cara mencari, membaca, dan menggunakan pustaka-pustaka atau karya-karya tulis ilmiah lainnya, yang tentunya ada keterkaitannya dengan masalah yang akan ditulis sehingga menambah dan memperkaya isi tulisan ini.




3.2  Pengolahan Data

Dalam tahapan pengolahan data yang di lakukan adalah, memproses data – data yang sudah terkumpul atau dikumpulkan dari pengguaan metode pengumpulan data tersebut. kemudian diolah, sehingga hasil dari olahan data tersebut dapat dilihat secara sistematis dan terangkai.

3.3  Analisis-Sintesis

Dari sejumlah data-data yang sudah didapatkan tersebut, setelah dikumpulkan dan diolah menggunakan sistematis suatu tulisan ilmiah, kemudian dibuat kajian analisis dan sintesis mengenai data-data tersebut.

3.4  Simpulan

Simpulan yang dimaksudkan disini adalah sebuah ringkasan tersingkat yang dapat merangkum seluruh isi dari artikel ilmiah tersebut. dan kesimpulan ini juga sekaligus penjawaban dari pada rumusan masalah yang sudah tertera pada halaman sebelumnya.

3.5  Saran dan Rekomendasi
Saran dan rekomendasi yang disampaikan berupa alternative pemikiran atau prediksi transfer gagasan atau adopsi gagasan masyarakat mengenai penerapan nilai positif pada Tari Legong Jobong dalam membangun mahasiswa cerdas dan berkarakter.






BAB IV

ANALISIS DAN SINTESIS

4.1  Sejarah Tari Legong.
Tari Legong merupakan sebuah tari klasik putri yang berakar dari tari Sang Hyang. Tari Sang Hyang merupakan tarian sakral yang umurnya sangat tua di Bali (Tim Penyusun, 1980/1981:31). Merujuk pada pendapat tersebut ada salah satu jenis Tari Sang Hyang yaitu Tari Sang hyang Dedari. Sang Hyang dipertunjukan sebagai tarian penolak bala atau pengusir wabah penyakit suatu desa pada masa lampau. Tari itu ditarikan oleh dua orang penari perempuan yang belum mengalami akil balik atau masa menstruasi. Tari Sang Hyang Dedari yang berada di Desa Ketewel Sukawati yang di mana prosesi tarian Sang Hyang tersebut dilakukan diatas bahu. Dapat dikatakan kedua penari tersebut menari secara tidak sadar (trance), mereka menari diatas bahu Tukang tegen atau laki-laki yang menjadi penumpu dari penari Tari Sang Hyang tersebut.
Seandainya kita memperhitungkan bahwa perbendaharaan gerak tari Legong yang bersumber pada Tari Sang Hyang yang menirukan gerakan alam merupakan inti dari suatu bentuk tari maka jelaslah dapat dibuktikan bahwa gerak-gerak yang dipakai dalam Tari Legong tersebut mengadopsi dan bersumber pada Tari Sang Hyang Dedari. Tentu dalam perkembanganya gerak-gerak tersebut diperindah dan disempurnakan wujudnya.  Dramatari Gambuh juga berperan besar pada kemunculan Legong. Karena adanya Dramatari Gambuh tersebut, Tari Bali Mulai menggunakan cerita atau lakon.
Menurut Babad Dalem Sukawati yang dicopy dan disimpan dikediaman I Ketut Rinda, Blahbatuh Gianyar, menyebutkan bahwa Awal mula diciptakannya Tari Legong berawal dari mimpi I Dewa Agung Made Karna, Raja Sukawati yang bertahta pada Tahun 1775 – 1825. I Dewa Agung Made Karna sedang melakukan Tapa Bratha di Pura Jogan Agung Ketewel, di dekat Desa Sukawati. Dalam semadinya beliau bermimpi melihat bidadari sedang menari di sorga. Mereka menari dengan busana yang indah dengan hiasan kepala seperti emas. Ketika beliau sadar dari mimpinya, I Dewa Agung Made Karna memerintahkan Bendesa Ketewel(Kepala Desa) untuk membuat beberapa topeng dan menggubah suatu tarian yang mirip dengan mimpi beliau. Tidak lam kemudian Bendesa Ketewel berhasil membuat Sembilan buah topeng sakral yang mencerminkan Sembilan orang bidadari dari kebudayaan Hindu. Tarian yang topengnya diragakan oleh dua orang penari Sang Hyang, kini sudah memakai koreografi yang sudah ditata apik, diduga telah diciptakan pada waktu itu. Topeng-topeng itu masi terpelihara sampai sekarang dan dipertunjukan setiap enam bulan sekali pada hari Buda Kliwon Pagerwesi di halaman Pura Jogan Agung Ketewel. Pertunjukan yang sangar sakral tersebut dikenal dengan Nama Tari Sang Hyang Legong.
Tari Legong Klasik di Bali memiliki beberapa jenis yang dibagi menurut temanya antara lain:
1.      Malat, yaitu kisah Prabu Lasem dan Langkesari
2.      Kutir (kuntir), yang berarti kecil, mengisahkan kisah Subali dan Sugriwa pada waktu kecil.
3.      Jobog, mengisahkan Subali dan Sugriwa yang sudah menjadi kera.
4.      Legod Bawa, mengisahkan Lingga Manik, yaitu pencarian stana Dewa Siwa oleh Bathara Wisnu dan Bhatara Brahma.
5.      Kuntul, mengisahkan dua ekor burung bangau (Kuntul) yang sedang bermain-main disawah.
6.      Pelayon, merupakan tari abstrak yang diiringi oleh gending Pelayon, menggambarkan kecantikan Galuh Candra Kirana dan Inu Kertapati.
7.      Candrakanta, kisah mengenai bulan dan matahari.
8.      Raja Cina, mengisahkan seorang putri dan Raja Cina.
9.      Kupu-Kupu Tarum, Mengisahkan tentang kupu-kupu yang bermain ditaman bunga.
10.  Guwak Macok, mengisahkan burung gagak.
11.  Brahmara, mengisahkan tamulilingan atau kumbang.
12.  Gadung Melati, mengisahkan bunga melati yang cantik dan harum.
13.  Bapang, jenis tarian yang menunjukan watak gagah didalam komposisi Legong Keraton.
14.  Sudarsana, petikan dari cerita calonarang.
15.  Semarandana, mengisahkan Bhatari Ratih dan Bhatara Semara yang dibakar oleh Bhatara siwa.




4.2  Perkembangan Legong
Jika kita membahas tentang perkembangan Tari Legong. Sebelumnya penulis akan mencoba membagi perkembangan Legong secara periodik yang nantinya dapat memudahkan untuk memahami perkembangan Tari Legong secara jelas. Menurut beberapa ahli dan pakar Tarin Legong, periode Legong dapat dibagi menjadi tiga zaman yaitu :
a.       Zaman Fiodal (Kerajaan)
Zaman Fiodal juga disebut dengan zaman kerajaan. Dimana Raja menguasai dan dipercaya sebagai penguasa tunggal suatu daerah. Pada masa ini Tari Legong hanya boleh dipentaskan atau dipertunjukan di istana. Karena sebagai fungsi aslinya adalah sebuah suguhan kehadapan Raja. Masyarakat umum tidak boleh menonton pertunjukkan Legong tersebut. Cara perekrutan penari dilakukan dengan cara para petugas kerajaan memeriksa kedesa-desa untuk mencari anak-anak wanita yang cantik, dan berbakat untuk dilatih (Tim Penyusun, 1980-1981:34). Sebagai kesenian istana lainya Legong dijadikan suatu tradisi sebagai pameran yang mencerminkan kekayaan dan kemampuan para Raja-Raja di Bali. Tarian ini diiringi oleh seperangkat gamelan Palegongan yang berinduk pada Ansambel SemaraPagulingan. Kostum dari Tari Legong pada masa itu hanyalah mengenakan Baju lengan panjang berwarna putih dengan hiasan kepala dari emas yang disebut dengan gelungan. Pada masa itu Legong ditarikan hanya oleh 2 orang penari wanita, sama persis dengan Tari Sang Hyang Legong
b.      Masuknya Pengaruh Asing.
Legong pada selanjutnya kian berkembang hingga di masyarakat desa. Sejak abad ke XIX sudah ada gerak peralihan Legong dari Istana ke Desa (Tim Penyusun, 1980-1981:36). Tentunya hal ini didukung oleh para penari Legong istana yang diperbolehkan keluar istana dan mengajarkan Tari Legong tersebut kepelosok desa di Bali. Ini yang mengakibatkan adanya beberapa style Tari Legong seperti di Saba, Peliatan dll. Pengaruh kerajaan di Bali makin lemah setelah masuknya pengaruh Belanda pada Tahun 1906-1908. Dengan adanya pengaruh perdagangan dari Negara-negara asing seperti Belanda, Cina, dan India. Bali sudah mengenal prada dan berbagai jenis kain pada saat itu. Dan ini berpengaruh pada kostum yang dikenakan oleh penari Legong yang sudah menggunakan olesan cat emas(prada) pada baju, kain, dan gelungan yang digunakan . Beliau juga menuturkan bahwa penciptaan Tari Condong pada Legong saat ini digagas oleh almarhum  I Gusti Gede Raka, yang di sempurnakan oleh beberapa seniman Legong lainya, Tari Condong tersebut diciptakan oleh Beliau sekitar tahun 1930-an, yang terinspirasi dari Condong pada Gambuh dan Calonarang. Pada saat itu Condong hanyalah sebagai abdi dari Legong yang mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan oleh penari Legong tentunya dengan menggunakan vokal atau ucapan langsung. Ucapan tersebut berbentuk Palawakya seperti pada condong calonarang. Setelah itu condong akan menanyakan pada penari Legong, Legong apa yang akan dibawakan. Stelah itu dijawab oleh penari Legong, dengan nama tari Legong tersebut seperti Lasem, Brahmara, Kuntul, Kuntir, Jobog, dll.
c.       Legong Masa Kini
Pada Era Globalisasi ini dan tentunya ditunjang dengan masuknya pengaruh dunia pariwisata yang menjadikan seni pertunjukan di Bali sangat digemari oleh wisatawan mancanegara atau yang kita kenal dengan pariwisata budaya. Ruastiti dalam Jurnal seni Budaya Mudra, menyebutkan bahwa “Pariwisata adalah salah satu jenis pariwisata yang mengandalkan peran kebudayaan sebagai daya tarik yang paling utama, seperti yang dikembangkan di daerah Bali dan di beberapa daerah di Indonesia.” (2001:100). Merujuk pada pernyataan tersebut tentunya banyak masyarakat Bali yang senang mempelajari Tari Legong demi memajukan pariwisata Bali. Hal demikian dapat dilihat dari banyaknya sanggar-sanggar tari bali yang tersebar diseluruh Daerah di Bali. Tari legong masa kini memiliki cukup perbedaan dengan tari Legong pada masa lampau. Legong dahulu bisa ditarikan sampai berjam-jam. Akan tetapi sekarang karena kebutuhan pariwisata dan penyebaran pembelajaran Tari legong, Tari Legong tersebut dipadatkan. Jika dibandingkan Tari Legong pada masa lampau dan masa kini tentunya memiliki perbedaan, Tari Legong masa lampau jika dibandingkan dari segi kualitas gerak, sangatlah jauh lebih bagus kualitas gerak yang sekarang. Akan tetapi jika dibandingkan dari segi taksu, penari Legong pada masa lampau tidak ada yang mampu menyainginya. Hingga kini Tari Legong masih tetap eksis kendati banyak tari-tari kreasi baru yang bermunculan di Bali dan hingga saat ini Tari Legong klasik dijadikan sebagai acuan dan pijakan dari perkembangan Garapan Tari Palegongan kreasi baru. Salah satu Tari Legong yang dikatakan mempunyai pengaruh besar adalah Tari Legong Lasem.


4.3  Nilai Positif Dalam Tari Legong.

Sebuah tarian selain mempunyai suatu nilai estetika juga mempunyai nilai-nilai yang lainya. Nilai tersebut  merujuk pada dua dampak yaitu dampak positif dan negative. Jika dampak yang merujuk kearah yang positif disebut dengan nilai positif begitu juga sebaliknya. Nilai Positif dalam suatu tarian dapat ditinjau dari beberapa aspek yang ada didalam tarian tersebut. jika mengatakan tentang sebuah nilai positif tarian Legong, maka akan dapat menemukan banyak sekali nilai – nilai positif yang bisa di terapkan di kehidupan sehari-hari untuk membentuk suatu kepribadian yang baik. Adapun nilai-nilai positif yang dapat dipetik dari Tari Legong tersebut adalah :

a.       Nilai Estetika
Nilai Estetika merupakan sebuah nilai keindahan, dimana keindahan menimbulkan suatu perasaan takjub yang membuat ketenangan hati. Dalam hubungannya dengan Tari Legong, Tari Legong adalah Tari klasik yang sudah dipatenkan gerakannya. Yang tentunya lebih mengunggulkan estetika dari pada yang lainya.

b.      Nilai Etika
Sebuah Nilai etika yang berisikan tentang norma-norma yang terlihat jelas dalam Tari Legong. Yang menggambarkan beberapa cerita didalamnya, yang tentunya dari setiap cerita dan setiap tokoh mempunyaikarakter yang berbeda-beda dan status yang berbeda-beda. Pemakaian nirma-norma etika dalam tari Legong sangatlah kental terlihat,karena Tari Legong itu sendiri ada sejak Zaman fiodal yang dimana Raja sebagai penguasa tertinggi.

c.       Nilai Logika
Nilai Logika merupakan suatu nilai yang berisiskan sebuah kepastian pemikiran atau daya nalar yang masuk akal. Logika dalam Tari Legong sangatlah terlihat jelas dalam kepenarianya dan cerita yang dibawakan.



4.4  Penerapan Nilai Positif Tari Legong dalam Membangun Mahasiswa Cerdas dan Berkarakter

Pendidikan mempunyai peranan yang strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu masyarakat menaruh harapan dan perhatian yang besar terhadap pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap keberhasilan proses pendidikan, telah mencanangkan visinya yaitu “untuk menghasilkan insan yang cerdas secara koprehensif dan kompetitif”. Menyikapi visi Depdiknas tersebut perguruan tinggi (PT) dituntut responsif dalam melakukan pembinanan terhadap mahasiswa. Untuk menghasilkan lulusan PT yang cerdas dan kompetitif diperlukan perhatian terhadap berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam konteks pembelajaran, faktor pendidik, peserta didik, sarana prasarana, dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar. Pembelajaran tidak hanya membekali pengetahuan dan ketrampilan, tetapi yang lebih mendasar adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi kemampuan. Mahasiswa sebagai peserta didik mempunyai berbagai ragam potensi, untuk mengembangkannya membutuhkan pembinaan secara kontinue dan ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung lainnya. Untuk mengembangkan potensi mahasiswa tersebut, sebagai sarana mengembangkan iklim akademik (academic atmosfir) di kampus, menyediakan fasilitas pembelajaran berbasis teknologi informasi (IT),  menyediakan sarana dan prasarana untuk mengembangkan bakat dan minatnya. Sarana dan prasarana dilengkapi dengan fasilitas yang cukup memadahi dan dapat diakses oleh mahasiswa malalui wadah Unit-Unit kegiatan mahasiswa (UKM) olahraga, seni, dan minat khusus. Semua fasilitas tersebut dapat diakses setiap saat bagi mahasiswa yang ingin mengembangkan potensinya di bidang olahraga, seni, dan minat khusus. Sebagai warga kampus maupun anggota organisasi intra kampus, mahasiswa dalam melakukan aktivitasnya tidak lepas dari aturan-aturan yang telah disepakati bersama. Ada lima komponen yang saling terkait menentukan keberhasilan suatu organisasi belajar di dalam kampus, yaitu (Peter Senge, 1996):
1.      Shared vision (visi bersama), adanya visi-misi-tujuan hasil kesepakatan bersama yang dirumuskan dan difahami oleh semua warga kampus.
2.      System thinking (berfikir sistem)
3.      Personal mastery (SDM yang berkualitas), setiap warga kampus, dosen, karyawan, mahasiswa dituntut untuk mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan tugas pokok dan fungsinya. Dalam konteks pengembangan pendidikan karakter, telah dilakukan berbagai program antara lain; tutorial pendidikan agama bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliah pendidikan agama, seminar internasional, mendatangkan dosen tamu,   peningkatan kemampuan bahasa asing bagi mahasiswa, pengiriman mahasiswa, dosen, dan karyawan ke beberapa negara, pengiriman studi lanjut dalam dan luar negeri, dan pelatihan dalam rangka meningkatkan kemampuan yang mendukung pelaksanaan tugas.
4.      Mental models (model mental), cara berfikir atau mind set dan perilaku setiap warga kampus harus dapat menjadi model bagi yang lain. Dalam rangka pengembangan karakter setiap warga kampus harus memiliki mental dan kepribadian yang dapat  diterima secara universal. Budaya bersih, rapi, sopan dan santun, disiplin waktu, obyektif, berfikir terbuka dan ingin terus maju, merupakan contoh mentalitas dan kepribadian yang harus dikembangkan sehingga menjadi budaya milik bersama warga kampus.
5.      Team learning (belajar bersama), setiap warga kampus harus  selalu berusaha bersama untuk  meningkatkan profesionalitas dan produktivitas kerja. Budaya saling kerjasama, bahu membahu dalam melaksanakan tugas, saling percaya diantara sesama warga kampus, budaya belajar harus dikembangkan sehingga tercipta iklim akademik yang kondusif. Ibarat sebuah kesebelasan sepak bola, tujuannya adalah memenangkan pertandingan dengan mencetak goal sebanyak-banyaknya melalui permainan yang taktis dan cantik.
Dalam kaitannya dengan nilai positif yang terdapat pada Tari Legong suatu pembentukan karakter mahasiswa bisa dilakukan dengan cara memahami dan menerapkan nilai-nilai positif tersebut kedalam kehidupan nyata, bukan hanya Tarinya saja yang dipelajari akan tetapi lebih ditekankan pada pemahaman dan pengaplkikasian nilai positif yang ada dalam Tari Legong tersebut, untuk membentuk mahasiswa yang cerdas dan berkarakter.





















BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1  Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
Tari Legong berasal dari desa Sukawati yang diciptakan dari hasil mimpi Raja Sukawati yang kemudian ditransormasikan ke dalam bentuk Tari sang Hyang Dedari, dan atas permintaan Raja tersebut Tari Sang Hyang Dedari dijadikan cikal bakal terciptanya tari Legong. Tari Legong merupakan tari klasik putrid yang sudah mengalami perjalanan yang panjang dari tarian istana menjadi tarian yang paling eksis dan digemari oleh masyarakat local maupun mancanegara. Dalam Tari Legong tersebut terdapat aspek-aspek yang bisa dianlisa seperti gerak, ekspresi, karakter, gaya atau stail, ritme, dan masih banyak lagi yang dapat diambil dari Tari Legong tersebut. selai itu juga sangat banyak nila-nilai positif dari TariLegong tersebut, yang tentunya dapat digunakan dan diterapkan untuk memangun mahasiswa cerdas dan berkarakter.
5.2 Rekomedasi
Adapun Rekomendasi yang dapat penulis sampaikan antara lain:
1.      Tentunya agar Nilai-nilai positif dalam Tari Legong tersebut dapat dipahami oleh setiap mahasiswa yang dapat membangun kecerdasan dan karakter mahasiswa itu sendiri
2.      Untuk Generasi muda tetaplah melestarikan seni dan budaya Bali khususnya seni klasik yang menjadi pijakan dari seni yang ada di Bali.
3.      Untuk Pemerintah diharapkan dapat ikut serta melestarikan, menjaga dan memperhatikan seniman Tari klasik dan karya-karyanya agar bisa tetap dikenang sepanjang masa.

DAFTAR PUSTAKA
Cerita, I Nyoman dan Padmini, Tjok. Istri Putra. Buku Ajar Analisis Tari dan Gerak, Denpasar: FSP. Intitut Seni Indonesia Denpasar.2009
Djayus Nyoman , Teori Tari Bali ,Surabaya,CV Sumber Mas Bali, 1979.

Indrawati, Antonia. “ Tari Hegong Di Maumere, Kabupaten Sikka, Flores.” Agem, Jurnal Seni Tari 6, No.1 (September 2007):25-32.

Ruastiti, Ni Made. “Seni Pertunjukan Pariwisata Dalam Perspektif Ekonomi Pembangunan.” Mudra, Jurnal Seni Budaya No.10 Th.IX (Januari 2001):98-110

Soedarsono, Djawa dan Bali Dua Pusat Perkembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 1972.

Sofyan, Hermanto. Implementasi Pendidikan karakter melalui kegiatan Kemahasiswaan, dalam Buku Pendidikan Karakter Bagi Mahasiswa UNY. 2010. Universitas Negeri Yogyakarta.

Tim Penyusun, Evolusi Tari Bali. Denpasar: Proyek Penggalian/ Pengembangan Seni Budaya Klasik (tradisional) dan Baru. 1980-1981

Wicaksana, I Dewa Ketut. “Menguak Nilai-Nilai Estetis Tari Baris.” Mudra, Jurnal Seni Budaya 13, No.3 (September 2003):98-107.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar