BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang Masalah.
Mahasiswa
merupakan aset bangsa, sebagai intelektual muda calon pemimpin masa depan.
Sehubungan dengan hal tersebut Direktur Jendral
Pendidikan Tinggi pada pengarahan Rakornas Bidang Kemahasiswaan Tahun
2011, menegaskan bahwa pembimbingan
mahasiswa diprioritaskan pada:
- Pengembangan kemampuan intelektual, keseimbangan emosi, dan penghayatan spritual mahasiswa, agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab serta berkontribusi pada daya saing bangsa.
- Pengembangan mahasiswa sebagai kekuatan moral dalam mewujudkan masyarakat madani yang demokratis, berkeadilan, dan berbasis pada partisipasi publik.
- Peningkatan kualitas sarana dan prasarana untuk mendukung pengembangan dan aktualisasi diri mahasiswa; kognisi, personal, sosial.
Bila
diperhatikan arah pembimbingan mahasiswa tersebut adalah pembentukan kapasitas
dan jati diri mahasiswa yang antara lain diwujudkan dalam sikap, perilaku,
kepribadian, dan karakter yang terpuji. Pendidikan mempunyai peranan yang
strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu
masyarakat menaruh harapan dan perhatian yang besar terhadap pendidikan.
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebagai lembaga yang
bertanggungjawab terhadap keberhasilan proses pendidikan, telah mencanangkan
visinya yaitu “untuk menghasilkan insan yang cerdas secara koprehensif dan
kompetitif”. Menyikapi visi Depdiknas tersebut perguruan tinggi (PT) dituntut
responsif dalam melakukan pembinanan terhadap mahasiswa. Untuk menghasilkan lulusan
PT yang cerdas dan kompetitif diperlukan perhatian terhadap berbagai faktor
yang mempengaruhinya. Dalam konteks pembelajaran, faktor pendidik, peserta
didik, sarana prasarana, dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap hasil
belajar. Pembelajaran tidak hanya membekali pengetahuan dan ketrampilan, tetapi
yang lebih mendasar adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi
kemampuan. Mahasiswa sebagai peserta didik mempunyai berbagai ragam potensi,
untuk mengembangkannya membutuhkan pembinaan secara kontinue dan ketersediaan
sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung lainnya. Untuk mengembangkan
potensi mahasiswa tersebut. salah satu cara untuk menumbuhkembangkan kecerdasan
dan membangun suatu karakter mahasiswa yang baik adalah dengan jalan kesenian
baik seni Rupa maupun seni pertunjukan. Dalam karya tulis ini pembentukan suatu
kecerdasan dan karakter mahasiswa dititik beratkan kepada Seni Pertunjukan,
khususnya Seni Pertunjukan Bali.
Seni pertunjukan di Bali
sudah mengalami perkembangan yang begitu pesat. Daya tarik Bali
adalah eksistensi kebudayaanya yang unik dan merakyat. Kehidupan kebudayaanya
adalah menyatunya agama, kebudayaan, adat yang harmonis, cipta, rasa, dan karsa
sebagai unsur budhi daya manusia yang menonjol mengambil bentuk keagamaan,
estetika, etika. Hal tersebut tercermin lewat seni budaya, solidaritas, gotong
royong sebagai rasa kebersamaan (Wicaksana, 2003:98).
Salah satu seni budaya yang paling eksis
hingga saat ini di Bali adalah seni tari. Tari
sebagai salah satu wujud dari kesenian yang merupakan unsur kebudayaan yang
paling menonjol. Hal ini dikarenakan kesenian itu sendiri sebagai salah satu
bentuk kreativitas dalam kehidupan masyarakat yang tidak pernah bisa berdiri
sendiri (Indrawati, 2007:25). Mengacu pada pandangan tersebut tentunya seni
tari sangatlah dipengaruhi oleh masyarakat pendukungnya. Ini berarti suatu
kemunculan, perkembangan bahkan eksistensi dari seni tari tersebut sangat
didukung oleh keadaan lingkungan dan masyarakat setempat.
Seni Tari tradisi di Bali
di bagi menjadi beberapa jenis, yaitu tari klasik, tari popular, dan tari
kreasi baru. Tari klasik merupakan suatu tarian yang sudah mengalami
pengkristalisasian baik gerak maupun struktur tariannya. Tarian klasik di Bali hingga kini menjadi suatu daya tarik yang sangat
besar bagi kelangsungan pariwisata di Bali. Tarian klasik juga hingga kini
tetap eksis dan tetap digemari oleh masyarakat Dunia dan masyarakat Bali khususnya.
Salah satu tari klasik putri yang hingga
kini tetap eksis di Bali adalah Tari Legong.
Pada umumnya pengertian kata legong dapat dilihat dari perbendaharaan katanya.
Diduga Kata “Legong” berasal dari kata Leg
dan gong. Leg yang dapat
diartikan suatu gerakan yang luwes dan lembut sedangkan kata Gong berarti gambelan Gong. Jadi
pengertian kata Legong disini adalah suatu gerakan yang luwes dan lembut yang
diiringi gong. Akan tetapi banyak pakar-pakar legong yang ada di beberapa
daerah di Bali memiliki pengertian berbeda
tentang arti kata Legong tersebut yang nanti akan dibahas dalam pembahasan .
Tari Legong tersebut juga mempunyai
beberapa jenis yang dibagi berdasarkan jalan ceritanya atau cerita yang
disampaikan dalam tarian legong tersebut. Adapun beberapa jenis Tari Legong
antara lain : tari Legong Lasem, Tari Legong Kuntul, tari Legong Kuntir, Legong
Jobog dll. Dalam Dunia Tari Bali Tari Legong dijadikan sebagai dasar
pembelajaran tari putri. Dapat dikatakan sebelum mempelajari suatu tarian atau
tahap pertama pengenalan tari putri yang di ajarkan adalah Tari Legong. Karena
semua gerakan yang terkandung dalam Legong mewakili keseluruhan gerak tari
putri di bali.
Tari Legong merupakan suatu tarian klasik
yang sangat rumit dan mengandung banyak nilai-nilai positif dalam setiap
gerakanya. Tentunya terdapat nilai etika, estetika dan logika didalamnya. Dalam
karya tulis ini penulis mencoba menganalisa nilai-nilai yang terkandung didalam
Tari Legong. Selain itu Nilai-nilai positif yang terdapat dalam Tari Legong,
akan coba diterapkan kedalam Pembentukan kecerdasan dan karakter mahasiswa.
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas,
ditemukan beberapa permasalahan yang penulis coba untuk rangkumkan di dalam
perumusan masalah. Adapun perumusan masalah adalah :
1. Nilai
positif apa saja yang terkandung dalam Tari Legong ?
2. Bagaimana
Karakter Mahasiswa Saat ini?
3. Bagaimana
cara penerapan nilai positif dalam Tari Legong kedalam pembentukan mahasiswa cerdas dan
berkarakter?
1.3.
Tujuan
Suatu karya tulis itu dibuat pasti akan
mempunyai tujuan baik tujuan umum maupun tujuan khusus. Akan tetapi dalam karya
tulis ini tujuan dari pembuatan karya tulis ini dirangkum menjadi satu tanpa
pembedaan tujuan umum dan khusus. Adapun Tujuannya adalah :
1. Untuk
mengetahui nilai positif yang terkandung dalam Tari Legong.
2. Untuk
Mengetahui karakter mahasiswa saat ini.
3. Untuk
Mengetahui penerapan Nilai Positif tari Legong dalam pembentukan mahasiswa
cerdas dan berkarakter.
1.4
Uraian Singkat Mengenai Gagasan Kreatif
Dalam Tulisan ini
penulis mencoba menguraikan tentang suatu gagasan, dimana gagasan tersebut
berisikan tentang penerapan nilai positif yang terdapat dalam Tari Legong Jobog
untuk membentuk mahasiswa cerdas dan berkarakter. Tari Legong Jobog merupakan
salah satu jenis dari beberapa Tari Legong di Bali. Seperti yang sudah
diketahui bahwa Tari Legong ada dan berkembang sejak dari Zaman masyarakat
fiodal. Tari Legong Jobog tersebut tentunya memiliki nilai positif dari
beberapa unsurnya, yang dapat diterapkan dalam pembentukan Mahasiswa cerdas dan
berkarakter.
1.5
Manfaat Hasil Penelitian.
Penelitian
sangat diharapkan membawa manfaat positif kepada pemerintah, masyarakat pada
umumnya, dan bagi mahasiswa khususnya dalam pembentukan mahasiswa cerdas dan
berkarakter, yang tentunya pada penelitian dan gagasan ini ditekankan kepada
penerapan nilai positif yang terdapat pada Tari Legong Jobog. Artikel ini juga
diharapkan dapat memberikan suatu spirit atau
motivasi yang mampu memberikan panduan bagi pemerintah, pengkaji seni, praktisi
seni, seniman, dan mahasiswa khususnya untuk tetap berusaha membangun sebuah
karakter dan kecerdasan demi melestarikan seni dan budaya Bangsa khususnya Tari
Legong.
BAB
II
TELAAH
PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Adapun sumber-sumber atau buku-buku yang
penulis gunakan sebagai pendukung untuk dijadikan pedoman dan acuan dalam menjawab
masalah yang diangkat pada penulisan artikel ini adalah :
Buku yang berjudul Ilmu Sosial Dasar, oleh Drs. H. Abu Ahmadi. Dalam bukunya, Ahmadi
menjelaskan bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat tidaklah sama,
yang mempengaruhinya adalah beberapa perbedaan tingkat, dari segi ekonomi,
status, dll. Disini Ahmadi juga menjelaskan tentang internalisasi dan
spesialisasi dalam masyarakat yang diakarkan kepada para pemuda khususnya para
mahasiswa.
Buku yang berjudul Dinamika Kebudayaan Bali, oleh Dr. I Wayan Ardika yang menjelaaskan
tentang peningkatan sebuah ketahanan Nasional yang dilakukan dengan cara
peningkatan Nilai-Nilai kebudayaan yang ada.
Buku Pendidikan
Karakter Bagi Mahasiswa UNY, oleh Hermianto Sofyan yang menjelaskan bahwa
Pendidikan sangatlah penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia
dan di dalam buku ini Sofyan juga menjelaskan bahwa perhatian dari pemerintah
baik dalam artian Lembaga agar dapat memberikan perhatian dalam pembentukan
kecerdasan sumber daya manusia.
Dalam buku Evolusi Tari Bali, oleh Tim
Penyusun . dalam buku ini dijelaskan tentang asal – usul Tari Legong dan
beberapa jenis kesenian klasik lainya. Terutama Tari Legong Jobog yang
mempunyai cerita unik dan banyak mengandung nilai-nilai positif.
2.2 Landasan Teori
Dalam
artikel yang berjudul Penerapan Nilai Positif Pada Tari Legong Jobog Dalam
Membentuk Mahasiswa Cerdas Dan Berkarakter, tentunya merujuk pada beberapa
pendapat dari pakar-pakar sesuai dengan arah dari artikel ini. Adapun pendapat
beberapa pakar tersebut diantaranya adalah, Dr. Fx. Mudji Sutrisno SJ., Peter
Senge, Anis Matta, Soedarsono.
2.2.1
Pendapat Dr. Fx. Mudji Sutrisno
Menurut
Sutrisno kesenian yang berasal dari keindahan yang sempurna akan dapat
menempati posisi teratas dihati penggemarnya. Selain itu kesenian juga banyak
mengandung hal-hal positif yang dapat ditinjau dari berbagai aspek, misalnya
estetika. Suatu pembentukan jati diri seorang manusia sangatlah tergantung pada
nilai estetika yang dimilikinya, karena seni yang ia timbulkan mampu membut ia
terlihat lebih berkarakter dan dapat dibedakan dengan orang lain.
2.2.2
Pendapat Peter Senge
Menurut
Peter, pembinaan kemahasiswaa membutuhkan sebuah kesepakatan yang amat tinggi,
serta diadakannya kerja sama antara mahasiswa, pengelola dan Pembina. Pengalaman
dilapangan menunjukan bahwa mahasiswa mempunyai varian yang cukup besar
ditinjau dari minat, motivasi, dan potensi yang dimilikinya.
2.2.3
Pendapat Anis Matta
Menurut
Anis Matta disinyalir terjadi suatu krisis karakter mempunyai beberapa faktor
penyebab misalnya hilangnya integral, kebaikan, kebenaran, dan munculnya
antagonism dalam pendidikan moral.
2.3 Pemecahan Masalah Yang Pernah dilakukan
Penanaman dan pendidikan dalam upaya
pembentukan kecerdasan dan karakter mahasiswa sering digalangkan oleh sejumlah
Perguruan Tinggi di seluruh Negeri. Akan tetapi kondisi kekinian yang
menyangkut pribadi mahasiswa itu sendiri sangatlah berpengaruh besar terhadap
proses pembentukan tersebut. banyak hal yang sudah dilakukan misalnya melalui
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan kegiatan extrakurikuker lainya. Namun perlu
suatu trobosan dalam menumbuh kembangkan kecerdasan dan karakter mahasiswa
tersebut terutama dalam bidang seni dan budaya.
BAB
III
METODE
PENULISAN
3.1 Metode Pengumpulan Data
Dalam Artikel ini penulis menggunakan
beberapa teknik pengumpulan data, Adapun teknik atau metode yang digunakan
adalah :
3.1 Metode
Observasi
Metode Observasi dilakukan dengan cara mengumpulkan beberapa
informasi tentang fenomena yang ada di masyarakat dan tentunya secara langsung
mengamati fenomena yang terjadi di lingkungan Lembaga Pendidikan Tinggi yang
berkaitan secara langsung dengan pembentukan kecerdasan dan karakter mahasiswa
tersebut.
3.2 Metode
Kepustakaan
Metode kepustakaan dilakukan dengan cara mencari, membaca,
dan menggunakan pustaka-pustaka atau karya-karya tulis ilmiah lainnya, yang
tentunya ada keterkaitannya dengan masalah yang akan ditulis sehingga menambah
dan memperkaya isi tulisan ini.
3.2 Pengolahan Data
Dalam tahapan pengolahan data yang di
lakukan adalah, memproses data – data yang sudah terkumpul atau dikumpulkan
dari pengguaan metode pengumpulan data tersebut. kemudian diolah, sehingga
hasil dari olahan data tersebut dapat dilihat secara sistematis dan terangkai.
3.3 Analisis-Sintesis
Dari sejumlah data-data yang sudah didapatkan
tersebut, setelah dikumpulkan dan diolah menggunakan sistematis suatu tulisan
ilmiah, kemudian dibuat kajian analisis dan sintesis mengenai data-data
tersebut.
3.4 Simpulan
Simpulan yang dimaksudkan disini adalah
sebuah ringkasan tersingkat yang dapat merangkum seluruh isi dari artikel
ilmiah tersebut. dan kesimpulan ini juga sekaligus penjawaban dari pada rumusan
masalah yang sudah tertera pada halaman sebelumnya.
3.5 Saran dan Rekomendasi
Saran
dan rekomendasi yang disampaikan berupa alternative pemikiran atau prediksi
transfer gagasan atau adopsi gagasan masyarakat mengenai penerapan nilai
positif pada Tari Legong Jobong dalam membangun mahasiswa cerdas dan
berkarakter.
BAB
IV
ANALISIS
DAN SINTESIS
4.1 Sejarah Tari Legong.
Tari Legong merupakan sebuah tari klasik
putri yang berakar dari tari Sang Hyang. Tari Sang Hyang merupakan tarian
sakral yang umurnya sangat tua di Bali (Tim Penyusun, 1980/1981:31). Merujuk
pada pendapat tersebut ada salah satu jenis Tari Sang Hyang yaitu Tari Sang
hyang Dedari. Sang Hyang dipertunjukan sebagai tarian penolak bala atau
pengusir wabah penyakit suatu desa pada masa lampau. Tari itu ditarikan oleh
dua orang penari perempuan yang belum mengalami akil balik atau masa
menstruasi. Tari Sang Hyang Dedari yang berada di Desa Ketewel Sukawati yang di
mana prosesi tarian Sang Hyang tersebut dilakukan diatas bahu. Dapat dikatakan
kedua penari tersebut menari secara tidak sadar (trance), mereka menari diatas
bahu Tukang tegen atau laki-laki yang
menjadi penumpu dari penari Tari Sang Hyang tersebut.
Seandainya kita memperhitungkan bahwa
perbendaharaan gerak tari Legong yang bersumber pada Tari Sang Hyang yang
menirukan gerakan alam merupakan inti dari suatu bentuk tari maka jelaslah
dapat dibuktikan bahwa gerak-gerak yang dipakai dalam Tari Legong tersebut
mengadopsi dan bersumber pada Tari Sang Hyang Dedari. Tentu dalam
perkembanganya gerak-gerak tersebut diperindah dan disempurnakan wujudnya. Dramatari Gambuh juga berperan besar pada
kemunculan Legong. Karena adanya Dramatari Gambuh tersebut, Tari Bali Mulai
menggunakan cerita atau lakon.
Menurut Babad
Dalem Sukawati yang dicopy dan disimpan dikediaman I Ketut Rinda, Blahbatuh
Gianyar, menyebutkan bahwa Awal mula diciptakannya Tari Legong berawal dari
mimpi I Dewa Agung Made Karna, Raja Sukawati yang bertahta pada Tahun 1775 –
1825. I Dewa Agung Made Karna sedang melakukan Tapa Bratha di Pura Jogan Agung
Ketewel, di dekat Desa Sukawati. Dalam semadinya beliau bermimpi melihat
bidadari sedang menari di sorga. Mereka menari dengan busana yang indah dengan
hiasan kepala seperti emas. Ketika beliau sadar dari mimpinya, I Dewa Agung
Made Karna memerintahkan Bendesa Ketewel(Kepala Desa) untuk membuat beberapa
topeng dan menggubah suatu tarian yang mirip dengan mimpi beliau. Tidak lam kemudian
Bendesa Ketewel berhasil membuat Sembilan buah topeng sakral yang mencerminkan
Sembilan orang bidadari dari kebudayaan Hindu. Tarian yang topengnya diragakan
oleh dua orang penari Sang Hyang, kini sudah memakai koreografi yang sudah
ditata apik, diduga telah diciptakan pada waktu itu. Topeng-topeng itu masi
terpelihara sampai sekarang dan dipertunjukan setiap enam bulan sekali pada
hari Buda Kliwon Pagerwesi di halaman Pura Jogan Agung Ketewel. Pertunjukan
yang sangar sakral tersebut dikenal dengan Nama Tari Sang Hyang Legong.
Tari Legong Klasik di Bali memiliki
beberapa jenis yang dibagi menurut temanya antara lain:
1. Malat,
yaitu kisah Prabu Lasem dan Langkesari
2. Kutir
(kuntir), yang berarti kecil, mengisahkan kisah Subali dan Sugriwa pada waktu
kecil.
3. Jobog,
mengisahkan Subali dan Sugriwa yang sudah menjadi kera.
4. Legod
Bawa, mengisahkan Lingga Manik, yaitu pencarian stana Dewa Siwa oleh Bathara
Wisnu dan Bhatara Brahma.
5. Kuntul,
mengisahkan dua ekor burung bangau (Kuntul) yang sedang bermain-main disawah.
6. Pelayon,
merupakan tari abstrak yang diiringi oleh gending Pelayon, menggambarkan
kecantikan Galuh Candra Kirana dan Inu Kertapati.
7. Candrakanta,
kisah mengenai bulan dan matahari.
8. Raja
Cina, mengisahkan seorang putri dan Raja Cina.
9. Kupu-Kupu
Tarum, Mengisahkan tentang kupu-kupu yang bermain ditaman bunga.
10. Guwak
Macok, mengisahkan burung gagak.
11. Brahmara,
mengisahkan tamulilingan atau kumbang.
12. Gadung
Melati, mengisahkan bunga melati yang cantik dan harum.
13. Bapang,
jenis tarian yang menunjukan watak gagah didalam komposisi Legong Keraton.
14. Sudarsana,
petikan dari cerita calonarang.
15. Semarandana,
mengisahkan Bhatari Ratih dan Bhatara Semara yang dibakar oleh Bhatara siwa.
4.2 Perkembangan Legong
Jika kita membahas tentang perkembangan
Tari Legong. Sebelumnya penulis akan mencoba membagi perkembangan Legong secara
periodik yang nantinya dapat memudahkan untuk memahami perkembangan Tari Legong
secara jelas. Menurut beberapa ahli dan pakar Tarin Legong, periode Legong
dapat dibagi menjadi tiga zaman yaitu :
a. Zaman Fiodal
(Kerajaan)
Zaman Fiodal juga disebut dengan zaman kerajaan. Dimana Raja
menguasai dan dipercaya sebagai penguasa tunggal suatu daerah. Pada masa ini
Tari Legong hanya boleh dipentaskan atau dipertunjukan di istana. Karena
sebagai fungsi aslinya adalah sebuah suguhan kehadapan Raja. Masyarakat umum
tidak boleh menonton pertunjukkan Legong tersebut. Cara perekrutan penari
dilakukan dengan cara para petugas kerajaan memeriksa kedesa-desa untuk mencari
anak-anak wanita yang cantik, dan berbakat untuk dilatih (Tim Penyusun,
1980-1981:34). Sebagai kesenian istana lainya Legong dijadikan suatu tradisi
sebagai pameran yang mencerminkan kekayaan dan kemampuan para Raja-Raja di
Bali. Tarian ini diiringi oleh seperangkat gamelan Palegongan yang berinduk
pada Ansambel SemaraPagulingan. Kostum
dari Tari Legong pada masa itu hanyalah mengenakan Baju lengan panjang berwarna
putih dengan hiasan kepala dari emas yang disebut dengan gelungan. Pada masa
itu Legong ditarikan hanya oleh 2 orang penari wanita, sama persis dengan Tari
Sang Hyang Legong
b. Masuknya
Pengaruh Asing.
Legong pada selanjutnya kian berkembang hingga di masyarakat
desa. Sejak abad ke XIX sudah ada gerak peralihan Legong dari Istana ke Desa
(Tim Penyusun, 1980-1981:36). Tentunya hal ini didukung oleh para penari Legong
istana yang diperbolehkan keluar istana dan mengajarkan Tari Legong tersebut
kepelosok desa di Bali. Ini yang mengakibatkan
adanya beberapa style Tari Legong seperti di Saba,
Peliatan dll. Pengaruh kerajaan di Bali makin
lemah setelah masuknya pengaruh Belanda pada Tahun 1906-1908. Dengan adanya
pengaruh perdagangan dari Negara-negara asing seperti Belanda, Cina, dan India. Bali sudah mengenal prada dan berbagai jenis kain pada
saat itu. Dan ini berpengaruh pada kostum yang dikenakan oleh penari Legong
yang sudah menggunakan olesan cat emas(prada) pada baju, kain, dan gelungan
yang digunakan . Beliau juga menuturkan bahwa penciptaan Tari Condong pada
Legong saat ini digagas oleh almarhum I
Gusti Gede Raka, yang di sempurnakan oleh beberapa seniman Legong lainya, Tari
Condong tersebut diciptakan oleh Beliau sekitar tahun 1930-an, yang
terinspirasi dari Condong pada Gambuh dan Calonarang. Pada saat itu Condong
hanyalah sebagai abdi dari Legong yang mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan oleh penari Legong tentunya dengan menggunakan vokal atau ucapan
langsung. Ucapan tersebut berbentuk Palawakya seperti pada condong calonarang.
Setelah itu condong akan menanyakan pada penari Legong, Legong apa yang akan
dibawakan. Stelah itu dijawab oleh penari Legong, dengan nama tari Legong
tersebut seperti Lasem, Brahmara, Kuntul, Kuntir, Jobog, dll.
c. Legong
Masa Kini
Pada Era Globalisasi ini dan tentunya ditunjang dengan
masuknya pengaruh dunia pariwisata yang menjadikan seni pertunjukan di Bali sangat digemari oleh wisatawan mancanegara atau yang
kita kenal dengan pariwisata budaya. Ruastiti dalam Jurnal seni Budaya Mudra, menyebutkan bahwa “Pariwisata
adalah salah satu jenis pariwisata yang mengandalkan peran kebudayaan sebagai
daya tarik yang paling utama, seperti yang dikembangkan di daerah Bali dan di
beberapa daerah di Indonesia.”
(2001:100). Merujuk pada pernyataan tersebut tentunya banyak masyarakat Bali
yang senang mempelajari Tari Legong demi memajukan pariwisata Bali.
Hal demikian dapat dilihat dari banyaknya sanggar-sanggar tari bali yang
tersebar diseluruh Daerah di Bali. Tari legong masa kini memiliki cukup
perbedaan dengan tari Legong pada masa lampau. Legong dahulu bisa ditarikan
sampai berjam-jam. Akan tetapi sekarang karena kebutuhan pariwisata dan
penyebaran pembelajaran Tari legong, Tari Legong tersebut dipadatkan. Jika
dibandingkan Tari Legong pada masa lampau dan masa kini tentunya memiliki
perbedaan, Tari Legong masa lampau jika dibandingkan dari segi kualitas gerak,
sangatlah jauh lebih bagus kualitas gerak yang sekarang. Akan tetapi jika
dibandingkan dari segi taksu, penari Legong pada masa lampau tidak ada yang
mampu menyainginya. Hingga kini Tari Legong masih tetap eksis kendati banyak
tari-tari kreasi baru yang bermunculan di Bali
dan hingga saat ini Tari Legong klasik dijadikan sebagai acuan dan pijakan dari
perkembangan Garapan Tari Palegongan kreasi baru. Salah satu Tari Legong yang
dikatakan mempunyai pengaruh besar adalah Tari Legong Lasem.
4.3 Nilai Positif Dalam Tari Legong.
Sebuah tarian selain mempunyai suatu nilai
estetika juga mempunyai nilai-nilai yang lainya. Nilai tersebut merujuk pada dua dampak yaitu dampak positif
dan negative. Jika dampak yang merujuk kearah yang positif disebut dengan nilai
positif begitu juga sebaliknya. Nilai Positif dalam suatu tarian dapat ditinjau
dari beberapa aspek yang ada didalam tarian tersebut. jika mengatakan tentang
sebuah nilai positif tarian Legong, maka akan dapat menemukan banyak sekali
nilai – nilai positif yang bisa di terapkan di kehidupan sehari-hari untuk
membentuk suatu kepribadian yang baik. Adapun nilai-nilai positif yang dapat
dipetik dari Tari Legong tersebut adalah :
a. Nilai
Estetika
Nilai Estetika merupakan sebuah nilai keindahan, dimana
keindahan menimbulkan suatu perasaan takjub yang membuat ketenangan hati. Dalam
hubungannya dengan Tari Legong, Tari Legong adalah Tari klasik yang sudah
dipatenkan gerakannya. Yang tentunya lebih mengunggulkan estetika dari pada
yang lainya.
b. Nilai
Etika
Sebuah Nilai etika yang berisikan tentang norma-norma yang
terlihat jelas dalam Tari Legong. Yang menggambarkan beberapa cerita
didalamnya, yang tentunya dari setiap cerita dan setiap tokoh mempunyaikarakter
yang berbeda-beda dan status yang berbeda-beda. Pemakaian nirma-norma etika
dalam tari Legong sangatlah kental terlihat,karena Tari Legong itu sendiri ada
sejak Zaman fiodal yang dimana Raja sebagai penguasa tertinggi.
c. Nilai
Logika
Nilai Logika merupakan suatu nilai yang berisiskan sebuah
kepastian pemikiran atau daya nalar yang masuk akal. Logika dalam Tari Legong
sangatlah terlihat jelas dalam kepenarianya dan cerita yang dibawakan.
4.4 Penerapan Nilai Positif Tari Legong dalam
Membangun Mahasiswa Cerdas dan Berkarakter
Pendidikan
mempunyai peranan yang strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Oleh karena itu masyarakat menaruh harapan dan perhatian yang besar
terhadap pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebagai lembaga
yang bertanggungjawab terhadap keberhasilan proses pendidikan, telah
mencanangkan visinya yaitu “untuk menghasilkan insan yang cerdas secara
koprehensif dan kompetitif”. Menyikapi visi Depdiknas tersebut perguruan tinggi
(PT) dituntut responsif dalam melakukan pembinanan terhadap mahasiswa. Untuk
menghasilkan lulusan PT yang cerdas dan kompetitif diperlukan perhatian
terhadap berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam konteks pembelajaran,
faktor pendidik, peserta didik, sarana prasarana, dan lingkungan sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar. Pembelajaran tidak hanya membekali pengetahuan
dan ketrampilan, tetapi yang lebih mendasar adalah untuk mengembangkan potensi
peserta didik menjadi kemampuan. Mahasiswa sebagai peserta didik mempunyai
berbagai ragam potensi, untuk mengembangkannya membutuhkan pembinaan secara
kontinue dan ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung
lainnya. Untuk mengembangkan potensi mahasiswa tersebut, sebagai sarana
mengembangkan iklim akademik (academic atmosfir) di kampus, menyediakan
fasilitas pembelajaran berbasis teknologi informasi (IT), menyediakan sarana dan prasarana untuk
mengembangkan bakat dan minatnya. Sarana dan prasarana dilengkapi dengan
fasilitas yang cukup memadahi dan dapat diakses oleh mahasiswa malalui wadah
Unit-Unit kegiatan mahasiswa (UKM) olahraga, seni, dan minat khusus. Semua
fasilitas tersebut dapat diakses setiap saat bagi mahasiswa yang ingin
mengembangkan potensinya di bidang olahraga, seni, dan minat khusus. Sebagai
warga kampus maupun anggota organisasi intra kampus, mahasiswa dalam melakukan
aktivitasnya tidak lepas dari aturan-aturan yang telah disepakati bersama. Ada lima
komponen yang saling terkait menentukan keberhasilan suatu organisasi belajar
di dalam kampus, yaitu (Peter Senge, 1996):
1.
Shared vision (visi
bersama), adanya visi-misi-tujuan hasil kesepakatan bersama yang dirumuskan dan
difahami oleh semua warga kampus.
2.
System thinking
(berfikir sistem)
3.
Personal mastery (SDM
yang berkualitas), setiap warga kampus, dosen, karyawan, mahasiswa dituntut
untuk mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan tugas pokok dan fungsinya.
Dalam konteks pengembangan pendidikan karakter, telah dilakukan berbagai
program antara lain; tutorial pendidikan agama bagi mahasiswa yang mengambil
mata kuliah pendidikan agama, seminar internasional, mendatangkan dosen
tamu, peningkatan kemampuan bahasa
asing bagi mahasiswa, pengiriman mahasiswa, dosen, dan karyawan ke beberapa
negara, pengiriman studi lanjut dalam dan luar negeri, dan pelatihan dalam
rangka meningkatkan kemampuan yang mendukung pelaksanaan tugas.
4.
Mental models (model
mental), cara berfikir atau mind set
dan perilaku setiap warga kampus harus dapat menjadi model bagi yang lain.
Dalam rangka pengembangan karakter setiap warga kampus harus memiliki mental
dan kepribadian yang dapat diterima
secara universal. Budaya bersih, rapi, sopan dan santun, disiplin waktu,
obyektif, berfikir terbuka dan ingin terus maju, merupakan contoh mentalitas
dan kepribadian yang harus dikembangkan sehingga menjadi budaya milik bersama
warga kampus.
5.
Team learning
(belajar bersama), setiap warga kampus harus
selalu berusaha bersama untuk
meningkatkan profesionalitas dan produktivitas kerja. Budaya saling
kerjasama, bahu membahu dalam melaksanakan tugas, saling percaya diantara
sesama warga kampus, budaya belajar harus dikembangkan sehingga tercipta iklim
akademik yang kondusif. Ibarat sebuah kesebelasan sepak bola, tujuannya adalah
memenangkan pertandingan dengan mencetak goal sebanyak-banyaknya melalui
permainan yang taktis dan cantik.
Dalam
kaitannya dengan nilai positif yang terdapat pada Tari Legong suatu pembentukan
karakter mahasiswa bisa dilakukan dengan cara memahami dan menerapkan
nilai-nilai positif tersebut kedalam kehidupan nyata, bukan hanya Tarinya saja
yang dipelajari akan tetapi lebih ditekankan pada pemahaman dan pengaplkikasian
nilai positif yang ada dalam Tari Legong tersebut, untuk membentuk mahasiswa
yang cerdas dan berkarakter.
BAB V
SIMPULAN
DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
Tari Legong berasal dari desa Sukawati yang
diciptakan dari hasil mimpi Raja Sukawati yang kemudian ditransormasikan ke
dalam bentuk Tari sang Hyang Dedari, dan atas permintaan Raja tersebut Tari
Sang Hyang Dedari dijadikan cikal bakal terciptanya tari Legong. Tari Legong
merupakan tari klasik putrid yang sudah mengalami perjalanan yang panjang dari
tarian istana menjadi tarian yang paling eksis dan digemari oleh masyarakat
local maupun mancanegara. Dalam Tari Legong tersebut terdapat aspek-aspek yang
bisa dianlisa seperti gerak, ekspresi, karakter, gaya atau stail, ritme, dan masih banyak lagi
yang dapat diambil dari Tari Legong tersebut. selai itu juga sangat banyak
nila-nilai positif dari TariLegong tersebut, yang tentunya dapat digunakan dan
diterapkan untuk memangun mahasiswa cerdas dan berkarakter.
5.2
Rekomedasi
Adapun Rekomendasi yang dapat penulis sampaikan antara lain:
1.
Tentunya agar Nilai-nilai positif dalam Tari
Legong tersebut dapat dipahami oleh setiap mahasiswa yang dapat membangun
kecerdasan dan karakter mahasiswa itu sendiri
2.
Untuk Generasi muda tetaplah melestarikan seni
dan budaya Bali khususnya seni klasik yang menjadi pijakan dari seni yang ada
di Bali.
3.
Untuk Pemerintah diharapkan dapat ikut serta
melestarikan, menjaga dan memperhatikan seniman Tari klasik dan karya-karyanya
agar bisa tetap dikenang sepanjang masa.
DAFTAR
PUSTAKA
Cerita,
I Nyoman dan Padmini, Tjok. Istri Putra. Buku
Ajar Analisis Tari dan Gerak, Denpasar: FSP. Intitut Seni Indonesia
Denpasar.2009
Djayus Nyoman , Teori
Tari Bali ,Surabaya,CV Sumber Mas Bali, 1979.
Indrawati,
Antonia. “ Tari Hegong Di Maumere, Kabupaten Sikka, Flores.” Agem, Jurnal Seni Tari 6, No.1
(September 2007):25-32.
Ruastiti,
Ni Made. “Seni Pertunjukan Pariwisata Dalam Perspektif Ekonomi Pembangunan.” Mudra, Jurnal Seni Budaya No.10 Th.IX
(Januari 2001):98-110
Soedarsono,
Djawa dan Bali
Dua Pusat Perkembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. 1972.
Sofyan,
Hermanto. Implementasi Pendidikan
karakter melalui kegiatan Kemahasiswaan, dalam Buku Pendidikan Karakter
Bagi Mahasiswa UNY. 2010. Universitas Negeri Yogyakarta.
Tim
Penyusun, Evolusi Tari Bali.
Denpasar: Proyek Penggalian/ Pengembangan Seni Budaya Klasik (tradisional)
dan Baru. 1980-1981
Wicaksana,
I Dewa Ketut. “Menguak Nilai-Nilai Estetis Tari Baris.” Mudra, Jurnal Seni Budaya 13, No.3 (September 2003):98-107.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar