Tari Legong
Keraton - Tari Bali
Legong Keraton adalah sebuah tarian klasik Bali
yang memiliki pembendaharaan gerak yang sangat komplek dan diikat oleh struktur
tabuh pengiring yang konon mendapat pengaruh dari Tari Gambuh. Kata Legong
Keraton terdiri dari dua kata yaitu legong dan kraton. Kata legong diduga
berasal dari kata “leg” yang berarti gerak tari yang luwes. Lemah gemulai.
Sementara “gong” berarti gambelan. “leg” dan “gong” digabung menjadi legong
yang mengandung arti gerakan yang diikat, terutamaaksentuasinya oleh gambelan
yang mengiringinya.Jadi Legong Keraton berarti sebuah tarian istana yang diiiringi oleh gambelan. Sebutan legong kraton merupakan perkembangan berikutnya. Ada praduga bahwa Legong Kraton berasal dari pengembangan Tari Sang Hyang.
Pada mulanya legong berasal dari Tari Sang Hyang yang merupakan tari improvisasi dan kemudian gerak-gerak improvisasi itu ditata, dikomposisikan menurut pola atau struktur dari pegambuhan (gambelan). Gerakaan-gerakan tari yang membangun Tari Kraton ini disesuaikan dengan gambelan sehingga tari ini menjadi tarian yang indah, dinamis dan abstrak. Gambelan yang dipakai mengiringi tari ini dalam seni pertunjukan kemasan baru adalah gambelan gong kebyar.
Legong merupakan sekelompok tarian klasik Bali yang memiliki pembendaharaan gerak yang sangat kompleks yang terikat dengan struktur tabuh pengiring yang konon merupakan pengaruh dari gambuh. Kata Legong berasal dari kata "leg" yang artinya gerak tari yang luwes atau lentur dan "gong" yang artinya gamelan. "Legong" dengan demikian mengandung arti gerak tari yang terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Gamelan yang dipakai mengiringi tari legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan.
Legong dikembangkan di keraton-keraton Bali pada abad ke-19 paruh kedua.[1] Konon idenya diawali dari seorang pangeran dari Sukawati yang dalam keadaan sakit keras bermimpi melihat dua gadis menari dengan lemah gemulai diiringi oleh gamelan yang indah. Ketika sang pangeran pulih dari sakitnya, mimpinya itu dituangkan dalam repertoar tarian dengan gamelan lengkap.[2]
Sesuai dengan awal mulanya, penari legong yang baku adalah dua orang gadis yang belum mendapat menstruasi, ditarikan di bawah sinar bulan purnama di halaman keraton. Kedua penari ini, disebut legong, selalu dilengkapi dengan kipas sebagai alat bantu. Pada beberapa tari legong terdapat seorang penari tambahan, disebut condong, yang tidak dilengkapi dengan kipas.
Struktur tarinya pada umumnya terdiri dari papeson, pangawak, pengecet, dan pakaad.
Dalam perkembangan zaman, legong sempat kehilangan popularitas di awal abad ke-20 oleh maraknya bentuk tari kebyar dari bagian utara Bali. Usaha-usaha revitalisasi baru dimulai sejak akhir tahun 1960-an, dengan menggali kembali dokumen lama untuk rekonstruksi.
[sunting] Beberapa tari legong
Terdapat sekitar 18 tari legong yang dikembangkan di selatan Bali, seperti Gianyar (Saba, Bedulu, Pejeng, Peliatan), Badung (Binoh dan Kuta), Denpasar (Kelandis), dan Tabanan (Tista).
Legong Lasem (Kraton)
Legong ini yang paling populer dan kerap ditampilkan dalam pertunjukan wisata.
Tari ini dikembangkan di Peliatan. Tarian yang baku ditarikan oleh dua orang legong dan
seorang condong. Condong tampil pertama kali, lalu menyusul dua legong yang
menarikan legong lasem. Repertoar dengan tiga penari dikenal sebagai
Legong Kraton. Tari ini mengambil dasar dari cabang cerita
Panji (abad ke-12 dan ke-13, masa Kerajaan
Kadiri), yaitu tentang keinginan raja (adipati) Lasem (sekarang masuk
Kabupaten Rembang) untuk meminang Rangkesari, putri Kerajaan Daha (Kadiri),
namun ia berbuat tidak terpuji dengan menculiknya. Sang putri menolak pinangan
sang adipati karena ia telah terikat oleh Raden Panji dari Kahuripan.
Mengetahui adiknya diculik, raja Kadiri, yang merupakan abang dari sang putri
Rangkesari, menyatakan perang dan berangkat ke Lasem. Sebelum berperang,
adipati Lasem harus menghadapi serangan burung garuda pembawa maut. Ia berhasil
melarikan diri tetapi kemudian tewas dalam pertempuran melawan raja Daha.
Legong Jobog
Tarian ini, seperti biasa, dimainkan sepasang legong. Kisah yang diambil
adalah dari cuplikan Ramayana, tentang persaingan dua bersaudara Sugriwa dan Subali (Kuntir dan
Jobog) yang memperebutkan ajimat dari ayahnya. Karena ajimat itu dibuang ke
danau ajaib, keduanya bertarung hingga masuk ke dalam danau. Tanpa disadari,
keduanya beralih menjadi kera., dan pertempuran tidak ada hasilnya.
Legong Legod Bawa
Tari ini mengambil kisah persaingan Dewa Brahma dan Dewa Wisnu tatkala mencari
rahasia lingga Dewa Syiwa.
Legong Kuntul
Legong ini menceritakan beberapa ekor burung kuntul yang asyik
bercengkerama.
Legong Smaradahana
Legong Sudarsana
Mengambil cerita semacam Calonarang.Beberapa daerah mempunyai legong yang khas. Di Desa Tista (Tabanan) terdapat jenis Legong yang dinamakan Andir (Nandir). Di pura Pajegan Agung (Ketewel) terdapat juga tari legong yang memakai topeng dinamakan Sanghyang Legong atau Topeng Legong.
Sebuah tarian klasik Bali
yang memiliki pembendaharaan gerak yang sangat kompleks yang terikat dengan
struktur tabuh pengiring yang konon merupakan pengaruh dari Gambuh. Kata Legong
berasal dari kata "leg" yang artinya luwes atau elastis dan kemudian
diartikan sebagai gerakan lemah gemulai (tari). Selanjutnya kata tersebut di
atas dikombinasikan dengan kata "gong" yang artinya gamelan, sehingga
menjadi "Legong" yang mengandung arti gerakan yang sangat terikat
(terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Sebutan Legong Kraton
adalah merupakan perkembangannya kemudian. Adakalanya tarian ini dibawakan oleh
dua orang gadis atau lebih dengan menampilkan tokoh Condong sebagai pembukaan
dimulainya tari Legong ini, tetapi ada kalanya pula tari Legong ini dibawakan
satu atau dua pasang penari tanpa menampilkan tokoh Condong lebih dahulu. Ciri
khas tari Legong ini adalah pemakaian kipas para penarinya kecuali Condong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar